Samson Geram, Terbitnya IUP Tidak Pernah Dilibatkan

BANGKA SELATAN – Wakil Ketua II DPRD Kabupaten Bangka Selatan, Samson Arismono mengaku kesal tidak pernah dilibatkan atau ada pemberitahuan ke Dewan, terkait izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sudah diterbitkan oleh pemerintah. Bahkan, hingga saat ini tidak ada tembusan kepada DPRD Bangka Selatan terkait IUP.

Apalagi terkait rencana akan operasi Kapal Isap Produksi (KIP) di daerah laut Tanjung Besar, Desa Pasir Putih, Kecamatan Tukak Sadai, Kabupaten Bangka Selatan, milik PT Artha Prima Nusa Jaya, sehingga Kelompok nelayan dan masyarakat setempat, menolak rencana beroperasi (KIP) tersebut di daerahnya.

“Kami sudah sering kali kedatangan masyarakat terkait hal – hal seperti ini. Masalah ini sudah kesekian kalinya, nah IUP itu terbit pasti ada prosesnya dan kami tidak pernah dikasih tau adanya kegiatan penambangan, kalau ada masalah baru baru lapor ke kami,” kata Samson kepada Mediaqu.co, Selasa (7/11/22).

Menurut politisi Partai Demokrat ini, sudah berulang kali ia menyampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan maupun Provinsi Bangka Belitung, bahwa jika ada kegiatan penambangan agar Dewan juga diberitahukan juga, tujuannya agar melakukan pengawasan kegiatan penambangan di wilayah.

“Aneh, ada pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan ada pemerintah kabupaten, kalau selama ini kami tidak pernah mengetahui adanya kegiatan pertambangan, ya bubarkan saja kami. Kalau sudah sudah begini, siapa yang bertanggung jawab,” tegasnya.

Namun yang perlu diketahui masyarakat, kata Samson, Dewan bukan eksekutor yang memberikan izin atau menghentikan rencana penambangan tersebut, tetapi eksekutornya adalah pihak eksekutif karena pihak eksekutif yang mengeluarkan izin penambangan atau Amdal.

“Nah, jadi dalam persoalan rencana KIP di Tanjung Besar, kompetensi Dewan hanya sebatas menjembatani, dan mencarikan solusi. Kalau saja masyarakat menyatakan tidak setuju terhadap rencana penambangan itu, Dewan tak bimbang memberikan keputusan, semua kembali ke masyarakat, ” terangnya.

Lanjut Samson, masih banyak yang harus diperhatikan, termasuk pasca tambang dilaksanakan. Salah satunya sebelum izin itu keluar, mestinya ada koordinasi dengan pemerintahan Bangka Selatan, meski itu sudah kewenangan Provinsi. Karena pemerintah daerah yang tahu situasi wilayah dan masyarakatnya.

“Memang untuk izin penambangan seperti itu tidak perlu kooridinasi dengan kami, namun sekedar tembusanpun ke kami tidak ada, tapi agar kami bisa melakukan pengawasan apa yang dilakukan kegiatan pemerintah. Dan mesti diperhatikan juga pasca tambang, jangan sudah ada masalah baru lapor ke kami,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan kelompok nelayan dan masyarakat Desa Pasir Putih, Kecamatan Tukak Sadai, Kabupaten Bangka Selatan, lakukan audiensi dengan DPRD Bangka Selatan, menolak rencana beroperasi Kapal Isap Produksi (KIP) di daerahnya, milik PT Artha Prima Nusa Jaya, Senin (7/11/22).

Ketua Kelompok Nelayan, Joko Harmoko menyampaikan ungkapan kecewanya sebab laut Tanjung Besar merupakan wilayah tangkapan ikan nelayan tradisional masyarakat Desa Pasir Putih, Tanjung Labu, Penutuk, Tanjung Sangkar, Sadai, Tukak, serta Desa Tiram.

“KIP akan merusak biodata laut serta ekosistem lainnya yang akan berdampak pada pencaharian nelayan dan KIP akan menimbulkan limbah atau inau yang akan merusak alat tangkap ikan nelayan,” ungkapnya.

Ditegaskasnya, bagi masyarakat dan nelayan setempat bukan mengharap kompensasi yang sementara, melainkan ketenangan dalam mencari rezeki yang berkelanjutan.

“Kami bukan harapkan kompensasi melainkan ketenangan mencari rezeki. Dengan demikian, seluruh nelayan dan masyarakat Pasir Putih menolak adanya rencana KIP melakukan penambangan pasir timah di laut Tanjung Besar, Desa Pasir Putih,” tegasnya Joko. (Suf)








Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *