Menengok Tradisi 7 Likur Masyarakat Desa Gadung

BANGKA SELATAN  – Tradisi malam ‘Tujuh Likur’ merupakan budaya yang berlaku di masyarakat Desa Gadung di Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Tujuh Likur dilaksanakan ketika memasuki malam ke 21 Ramadhan, yang ditandai dengan pelaksanaan kegiatan pemasangan lampu lentera atau istilah obor yang terbuat dari bambu didepan rumah.

Kenapa di malam tujuh likur? Hasil penagamatan penulis dari wawancara Kepala Desa Gadung, Nuskandar menyebutkan, alasan malam 27 Ramadan itu berdasarkan penjelasan dan pengalaman para ulama terdahulu, bahwa mereka sering bertemu dengan malam lailatul qadar itu pada malam tujuh likur.

“Orang-orang melayu, seperti di Desa Gadung dahulunya beramai-ramai memasang pelita di jalan-jalan dan atau membawa obor yang terbuat dari bambu sebagai penerang bagi mereka untuk pergi ke masjid atau ke surau untuk mendirikan qiyam al-lail (shalat sunah malam),” ujarnya.

Dengan demikian, pemasangan lampu obor dahulunya berfungsi sebagai alat penerang jalan bagi orang-orang yang memang ketika itu belum ada listrik, sekaligus sebagai penyemangat mereka untuk melaksanakan ibadah pada sepuluh malam terakhir Ramadan.

Selain itu, tradisi tujuh likur juga kental dengan nilai-nilai moral dan spiritual. Lampu obor seharusnya mengingatkan bahwa Ramadan segera berakhir, maka sebagai umat Islam hendaknya lebih meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.

“Terlebih pada malam ganjil karena pada malam itulah diyakini masyarakat datangnya lailatul qodar. Oleh karenanya, tradisi itu menjadi simbol. Dalam artian ketika diyakini bahwa penghujung Ramadan tepatnya ketika umat Islam menanti atau menunggu datangnya lailatur qadar,” tuturnya.

Penyambutan datangannya bulan suci Ramadhan ini sudah menjadi tradisi turun-temurun sejak dahulu. Penyambutan kedatangan bulan suci Ramadhan dengan membuat penerangan tradisional merupakan salah satu wujud rasa kegembiraan atas datangnya bulan suci Ramadhan, bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan.

Kegiatan ini sebenarnya sudah dari zaman dahulu dilakukan menjelang masuk ke malam 21 bulan Ramadhan, kemudian beberapa tahun terakhir hilang. Tahun ini kita laksanakan lagi dengan tujuan membudayakan kembali kegiatan ini yang diawal dari Dusun Air Lempak dulu.

“In sha Allah tahun depan kita tingkatkan lagi ke Dusun yang lainnya agar kegiatan ini kembali seperti zaman dulu lagi,” tandas Nuskandar. (Suf)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *