JAKARTA – Organisasi Masyarakat (Ormas) PROJO menanggapi pernyataan PDI Perjuangan terkait kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan diberlakukan mulai Januari 2025.
PROJO menilai PDI Perjuangan justru mencoba melemparkan tanggung jawab atas kebijakan tersebut kepada Presiden Prabowo Subianto.
Wakil Ketua Umum DPP PROJO, Freddy Damanik, mengungkapkan bahwa PDI Perjuangan, sebagai partai dengan suara terbanyak di DPR, ikut mendorong pengesahan RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang berujung pada kenaikan PPN menjadi 12 persen.
Freddy menilai sikap PDI Perjuangan yang kini menyalahkan Presiden Prabowo atas kebijakan ini sebagai tindakan yang tidak adil.
“PDI Perjuangan sebagai pemilik suara terbesar di DPR waktu itu ikut mendorong pemberlakuan PPN 12 persen. Kok, sekarang lempar batu sembunyi tangan,” ujar Freddy Damanik pada Minggu (22/12/2025).
Menurutnya, RUU HPP yang telah disetujui DPR pada 29 Oktober 2021 dan mulai berlaku pada 2022 itu memang mengatur kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, yang wajib diterapkan paling lambat 1 Januari 2025.
Freddy menegaskan, PDI Perjuangan sebagai partai penguasa saat itu tidak bisa melepaskan tanggung jawab terhadap keputusan tersebut.
Bahkan, saat RUU HPP dibahas, Ketua DPR yang menjabat saat itu adalah politikus PDIP, Puan Maharani, yang kini kembali menjabat sebagai Ketua DPR. Namun, kini ada pihak-pihak dari PDIP yang seakan mencoba menyalahkan Presiden Prabowo atas kebijakan yang sudah ditetapkan bersama.
“PDI Perjuangan tidak bisa menghindar dari tanggung jawab. Mereka harus jujur kepada publik dan tidak menyesatkan dengan mengatakan bahwa Presiden Prabowo yang menyebabkan kenaikan tarif PPN 12 persen,” kata Freddy.
PROJO mengungkapkan bahwa pemerintah, dalam hal ini Presiden Prabowo, hanya menjalankan kewajiban berdasarkan perintah UU HPP yang sudah disepakati oleh DPR.
Meski demikian, Freddy menekankan bahwa tarif PPN 12 persen hanya akan dikenakan pada barang mewah, yang dianggap tidak membebani masyarakat pada umumnya.
Freddy juga menilai bahwa jika PDI Perjuangan sekarang tidak setuju dengan kenaikan PPN, maka seharusnya mereka dapat melakukan perubahan undang-undang di DPR, mengingat PDIP adalah fraksi terbesar di parlemen.
“Seharusnya PDIP tidak menyalahkan orang lain. Mereka harus bertanggung jawab atas keputusan yang sudah diambil,” kata Freddy Damanik.
Hal serupa juga disampaikan Ketua DPD PROJO BABEL, Rato Rudianto. Menurutnya, PROJO sebagai Ormas yang aktif mendukung kemenangan pasangan Prabowo-Gibran di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tetap mendukung penuh kebijakan yang diambil oleh Presiden Prabowo.
“Pajak yang dinaikkan hanya untuk barang mewah, bukan barang-barang kebutuhan pokok. Pak Prabowo pasti tidak ingin membebani rakyat,” kata Rudianto.
Dengan demikian, PROJO menegaskan bahwa meskipun ada kenaikan tarif PPN, kebijakan tersebut tetap memprioritaskan kesejahteraan rakyat, dan PDI Perjuangan seharusnya tidak melemparkan tanggung jawab atas keputusan yang mereka buat bersama. (*)