Oleh: Ahmad Yusuf bin Ariffien
Keterbukaan informasi publik seharusnya menjadi roh dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berkeadilan, termasuk di tubuh Aparat Penegak Hukum (APH). Namun, di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, prinsip transparansi itu masih sering hanya menjadi slogan.
Banyak kasus hukum yang menyedot perhatian masyarakat justru berakhir tanpa kejelasan karena minimnya informasi dari lembaga penegak hukum. Masyarakat dan media kerap kesulitan mendapatkan penjelasan resmi terkait perkembangan penyidikan atau penanganan perkara.
Jawaban yang paling sering muncul hanyalah, “masih dalam penyelidikan” atau “belum bisa disampaikan ke publik.” Pola ini menjadi tembok penghalang bagi fungsi kontrol sosial yang seharusnya dijalankan oleh masyarakat dan pers.
Padahal, Bangka Belitung sedang berjuang memperkuat tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas. Kasus-kasus seperti dugaan korupsi, penyalahgunaan kewenangan, hingga penanganan tambang ilegal menjadi sorotan luas. Ketertutupan informasi dari APH justru menimbulkan persepsi negatif seolah hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.
Dalam konteks ini, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) seharusnya menjadi pedoman utama. Undang-undang ini menegaskan bahwa lembaga publik, termasuk kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, wajib memberikan akses informasi kepada masyarakat
Kecuali yang benar-benar bersifat rahasia penyidikan. Masyarakat berhak tahu sejauh mana proses hukum berjalan, sejauh mana uang negara diselamatkan, dan sejauh mana keadilan ditegakkan.
Minimnya keterbukaan juga berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum. Ketika informasi resmi sulit diakses, publik cenderung mencari kebenaran melalui media sosial, ruang yang rawan disinformasi dan spekulasi. Akibatnya, citra lembaga penegak hukum semakin merosot dan sulit dipulihkan.
Sudah saatnya APH di Bangka Belitung membuka diri terhadap publik. Transparansi bukan ancaman, melainkan jembatan untuk memperkuat legitimasi dan kepercayaan rakyat. Karena sejatinya, kekuatan hukum tidak hanya bersumber dari pasal dan wewenang, tetapi dari kepercayaan masyarakat terhadap aparat yang menegakkannya.
Pangkalpinang, 4 November 2025




