Bunyi Siung, Tradisi Ramadan yang Menggema di Wilayah Operasional PT Timah

PANGKALPINANG – Di berbagai daerah di Indonesia, tradisi penanda waktu berbuka puasa memiliki ciri khas tersendiri, seperti beduk atau azan, Rabu (12/3/2025).
Namun, di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, terdapat penanda khas yang hanya ada di bulan Ramadan, yaitu bunyi siung dari Kantor Pusat PT Timah Tbk.
Bunyi siung, yang berasal dari speaker besar yang dipasang di menara kantor pusat PT Timah, berbunyi saat berbuka puasa, memasuki waktu sahur, dan imsak.
Tradisi ini telah berlangsung selama puluhan tahun dan menjadi bagian dari identitas Ramadan masyarakat Pangkalpinang.
Tidak hanya pada bulan puasa, siung juga berfungsi sebagai penanda waktu kerja bagi karyawan PT Timah di hari biasa.
Menurut sejarawan dan budayawan Bangka Belitung, Dato’ Akhmad Elvian, bunyi siung mulai dikenal masyarakat sejak akhir abad ke-19, ketika perusahaan tambang timah Belanda Banka Tin Winning (BTW) mulai mengenalkan sistem mekanisasi dalam pertambangan.
Kata siung dalam bahasa Melayu berarti dengungan atau desingan, mirip dengan suara lebah atau tabuhan yang membelah kesunyian.
Pada awalnya, siung digunakan sebagai penanda waktu kerja bagi para pekerja tambang timah.
Sebelumnya, lonceng digunakan sebagai alat utama, tetapi kemudian digantikan oleh siung yang memiliki suara lebih nyaring dan menjangkau lebih luas.
Seiring waktu, siung tidak hanya menjadi alat penanda kerja tetapi juga menjadi bagian penting dalam kehidupan sosial masyarakat, terutama selama Ramadan.
“Belum sah rasanya berbuka puasa bila belum mendengar bunyi siung. Dulu, masyarakat lebih mengandalkan bunyi siung daripada melihat matahari atau jam, karena arloji masih sangat langka,” ujar Elvian.