KUCING diperkirakan masuk ke Indonesia sejak masa perdagangan kuno, sekitar abad ke-5 hingga ke-7 Masehi, saat hubungan dagang antara Nusantara dan kawasan Timur Tengah, India, serta Tiongkok mulai berkembang pesat.
Jalur Masuk Melalui Pedagang dan Pelaut
Kucing kemungkinan besar dibawa oleh para pedagang Arab, India, dan Tionghoa yang datang ke pelabuhan-pelabuhan besar di wilayah Indonesia seperti Barus, Palembang, Sunda Kelapa, dan Gresik. Mereka membawa kucing sebagai pembasmi tikus di kapal atau sebagai hewan peliharaan. Karena perjalanan dagang berlangsung terus-menerus selama berabad-abad, maka kucing secara perlahan menyebar dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat lokal.
Peran Kucing dalam Masyarakat Tradisional
Dalam masyarakat tradisional Indonesia, kucing tidak hanya dipelihara sebagai pembasmi hama, tapi juga dihargai karena sifatnya yang bersih dan jinak. Dalam budaya Melayu dan Jawa, kucing sering dianggap membawa keberuntungan dan bisa menjadi “penjaga rumah”.
Masuknya Islam ke Nusantara juga turut memperkuat posisi kucing sebagai hewan peliharaan yang dihargai. Dalam ajaran Islam, kucing adalah hewan yang disayangi Nabi Muhammad SAW. Hal ini membuat masyarakat Muslim di Indonesia memelihara dan memperlakukan kucing dengan baik.
Perkembangan Ras Lokal
Karena penyebarannya yang sudah lama dan alami, Indonesia memiliki ras kucing lokal yang khas, salah satunya adalah Kucing Kampung, yang memiliki banyak variasi bentuk dan warna karena kawin silang antar ras secara alami. Selain itu, ada juga Kucing Kucing Busok dari Pulau Raas (Madura), yang dikenal sebagai ras asli Indonesia dan mulai dikembangkan secara lebih serius.
Jadi, meskipun tidak ada tanggal pasti, kucing diperkirakan mulai masuk ke Indonesia sekitar 1.300–1.500 tahun yang lalu, melalui jalur perdagangan internasional yang aktif di kepulauan Nusantara. Sejak saat itu, kucing berkembang dan beradaptasi hingga menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Indonesia hingga hari ini. (*)
