Bakso Norton dan Kopi Egi: Berkah Rezeki di Tengah Riuh Aksi DPRD Babel


Biasanya dagangannya sepi. Tapi kali ini, begitu motornya berhenti, orang-orang langsung menyerbu.
“Ayo, Bang, semangkuk! Cepat, lapar dari tadi!” teriak seorang penambang yang baru turun dari mobil bak terbuka, Rabu (10/9/2025).
Norton hanya tersenyum. Tangannya lincah meracik mi, bakso, dan kuah panas. Satu mangkuk, dua mangkuk, lalu belasan mangkuk berpindah ke tangan-tangan lapar.
Dalam sekejap, antrean mengular. Asap kuah mengepul, bercampur dengan teriakan orasi dan bau keringat massa.
Tak jauh dari sana, Egi, pemuda 31 tahun asal Pangkalpinang, sibuk dengan motor box kesayangannya. Di atas motor itu kompor kecil, gelas, dan bahan baku kopi pilihan.
Biasanya ia berkeliling kampung, tapi hari itu motornya seolah menjelma menjadi kafe dadakan di tengah aksi.
“Bang, kopi panas dua! Teh manis satu!” teriak seorang mahasiswa dari kerumunan.
Dengan cekatan, Egi menuang kopi giling, menyeduhnya dengan air panas, lalu menyodorkan sambil tersenyum.
“Hati-hati panas, Mas,” katanya, disambut tawa kecil.
Di tengah panas dan bisingnya orasi, semangkuk bakso Norton dan segelas kopi Egi menjadi oase. Massa yang tadinya tegang tampak lebih santai.
Ada yang duduk di trotoar, menyeruput kuah bakso, meneguk kopi hangat, lalu kembali lantang menyuarakan aspirasi.
Bagi Norton, hari itu adalah berkah. Hasil jualan yang ludes bisa ia sisihkan untuk biaya sekolah kedua anaknya.
“Biasanya saya bawa pulang sisa bakso. Sekarang malah takut kurang, dagangan habis cepat sekali,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Egi pun merasakan hal serupa. Dalam waktu singkat, hampir semua dagangan kopinya habis.
“Kalau biasanya saya mangkal di depan Rumah Sakit Bakti Timah, hari ini alhamdulillah rezeki luar biasa,” ujarnya, wajahnya penuh syukur.
Aksi massa di DPRD Babel memang berlangsung panas, penuh tuntutan dan teriakan.
Namun di balik itu, ada cerita kemanusiaan tentang seorang ayah perantau yang bisa pulang dengan senyum lega, dan seorang pemuda lokal yang menutup hari dengan hati lapang.
Mereka tidak ikut berorasi. Mereka tidak membawa spanduk. Tapi kehadiran Norton dan Egi menghadirkan sisi lain dari unjuk rasa tentang bagaimana perjuangan rakyat juga bisa memberi rezeki kepada orang-orang kecil di jalanan.
Sore itu, ketika massa mulai bubar, Norton menatap gerobaknya yang kosong, sementara Egi menepuk box kopinya yang sudah tak bersisa.
Keduanya saling tersenyum, menatap langit Pangkalpinang yang perlahan memerah.
“Alhamdulillah,” ucap mereka hampir bersamaan. (*)
Penulis : Ahmad Yusuf
Pangkalpinang, 10 September 2025