PANGKAL PINANG – Maulan Aklil, akrab disapa Molen, menegaskan bahwa tuduhan yang menyebut kehadirannya di Gereja HKBP Kota Pangkalpinang.
Ia hadir di gereja tersebut untuk menghadiri undangan pernikahan, bukan untuk tujuan lain.
“Saya ada undangan nikah. Apakah saya salah datang ke sana?” ujarnya dengan tegas.
Molen mengungkapkan rasa sedihnya atas tuduhan tersebut.
“Sangat menyedihkan ketika agama dipolitisasi seperti ini. Tolong, jangan sampai kita berdemokrasi dengan cara yang demikian,” tambahnya.
Isu Suku, Ras, Agama, dan Antar Golongan (SARA) kembali mencuat di Pangkal Pinang, mengancam kerukunan masyarakat yang multikultural.
Dugaan tindakan diskriminatif kali ini melibatkan oknum pegawai salah satu Universitas di Bangka Belitung, berinisial SW.
Tindakan ini terungkap melalui percakapan di grup WhatsApp relawan Partai Kotak Kosong.
Dalam percakapan yang beredar di media sosial, seorang anggota grup memposting foto kebersamaan dengan umat Kristiani di gereja.
Komentar provokatif dari pemilik nomor WhatsApp berinisial TP mengklaim bahwa kehadiran Molen bisa menyebabkan perpindahan agama.
SW menanggapi dengan memelesetkan nama Molen menjadi “Lemon”, menambahkan kalimat yang mengandung unsur SARA, dan menyiratkan bahwa demi kekuasaan, segala cara bisa ditempuh.
Tindakan ini tidak hanya mencederai nilai-nilai kerukunan dan toleransi antaragama, tetapi juga mengingatkan kita akan dampak negatif dari penyebaran sentimen diskriminatif di media sosial. (*)