Warga Desa Rias Bangka Selatan Khawatir Pembukaan Lahan Sawit Ancam Pertanian

BANGKA SELATAN, MEDIAQU.id – Masyarakat dan petani Desa Rias, Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait aktivitas pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit yang diduga tidak memiliki kejelasan status hukum.
Kekhawatiran ini disuarakan kepada anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Rina Tarol dan Musani, saat acara reses di desa tersebut, Minggu (18/5/2025).
Dalam pertemuan tersebut, warga mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera mengambil tindakan tegas guna melindungi lahan pertanian mereka dari ancaman perluasan perkebunan kelapa sawit.
Mereka menuntut adanya kejelasan mengenai legalitas pembukaan lahan sawit tersebut dan dampaknya terhadap keberlangsungan pertanian di Desa Rias.
Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa Rias, Dul Rasyid, menjadi salah satu tokoh yang vokal menyuarakan keresahan warga.
Ia mempertanyakan dasar hukum kawasan yang kini dialihfungsikan untuk perkebunan sawit. Dul Rasyid mendesak pemerintah untuk memberikan penjelasan rinci mengenai status kawasan tersebut, apakah termasuk dalam hutan lindung atau hutan produksi.
“Kalau memang hutan lindung, berarti itu dilindungi oleh negara. Tapi kalau hutan produksi, masyarakat juga berhak memanfaatkannya, apalagi untuk kepentingan petani,” tegas Dul Rasyid.
Lebih lanjut, Dul Rasyid mengungkapkan dampak negatif pembukaan lahan sawit terhadap sistem pengairan pertanian di Desa Rias.
Ia menjelaskan bahwa sejak aktivitas perkebunan sawit dimulai, aliran air dari rawa-rawa yang menjadi sumber utama irigasi lahan pertanian menjadi tersumbat.
Kondisi ini menyebabkan petani kesulitan mendapatkan air, terutama saat musim kemarau, yang berpotensi mengancam hasil panen dan perekonomian desa.
“Sejak 1982 kami sudah mengelola lahan itu untuk pertanian. Tapi sejak perusahaan sawit masuk, saluran air ke bungkung-bungkung (saluran primer) tersumbat. Ini sangat menyulitkan,” ungkap Dul Rasyid.
Menyikapi permasalahan ini, Dul Rasyid berharap pemerintah pusat, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta pemerintah daerah tingkat provinsi, dapat segera mengambil langkah konkret.
Ia menekankan bahwa ketersediaan air dari kawasan rawa-rawa sangat vital bagi para petani untuk mengairi sawah dan menjaga keberlangsungan pertanian di Desa Rias.
“Ini bukan kepentingan pribadi, tapi kepentingan bersama masyarakat Desa Rias,” tegasnya.
Senada dengan Dul Rasyid, Sekteraris Aliansi Petani Menggugat, Dede Adam, menyoroti dugaan pembukaan lahan sawit ilegal yang terus berlangsung di wilayah tersebut.
Ia mengungkapkan bahwa berdasarkan perkiraan, lahan yang sudah dibuka untuk perkebunan sawit mencapai sekitar 400 hektare.
Dede Adam juga menyoroti kurangnya transparansi terkait identitas perusahaan yang melakukan pembukaan lahan.
Ia mengungkapkan bahwa meskipun sudah dilakukan audiensi dengan DPRD dan pemerintah daerah, belum ada tindak lanjut yang jelas terkait permasalahan ini.
Bahkan, informasi yang diperoleh dari pemerintah daerah menunjukkan bahwa tidak ada data resmi mengenai keberadaan perusahaan tersebut di lahan yang dipermasalahkan.
“Kami sudah melakukan audiensi dengan DPRD dan pemerintah daerah. Waktu itu sempat disampaikan akan dibentuk tim gabungan, tapi sampai sekarang tidak ada tindak lanjut yang jelas,” ujar Dede Adam.
“Kalau PT-nya siapa, kami pun tidak tahu. Pemerintah daerah juga tidak tahu. Tapi faktanya, sekarang sudah ada alat berat yang beroperasi di sana,” tambahnya.
Lebih lanjut, Dede Adam menyoroti potensi dampak negatif pembukaan lahan sawit terhadap lingkungan. Ia menegaskan bahwa kawasan tersebut merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) yang seharusnya dilindungi.
Aktivitas pembukaan lahan, menurutnya, berpotensi mengganggu fungsi Bendungan Mentukul, yang menjadi sumber air utama untuk irigasi lahan pertanian warga.
“Kami punya dokumentasi drone. Kalau perlu, ayo kita turun langsung untuk investigasi,” pungkasnya. (Suf)